I.
PENGUJIAN BAHAN-BAHAN
1.1.
Pendahuluan.

Sifat-sifat
khas bahan industri dikenal secara baik karena bahan tersebut dipergunakan
untuk berbagai macam keperluan dalam berbagai keadaan. Sifat-sifat bahan yang
diinginkan sangat banyak, termasuk sifat-sifat mekanik (kekuatan, kekerasan,
kekakuan, keliatan, keuletan, kepakaan takikan atau kekuatan impak, dsb),
sifat-sifat listrik, sifat-sifat magnet, sifat-sifathermal, sifat-sifat kimia,
sifat-sifat fisik, sifat-sifat teknologi dan masih banyak lainnya. Kebanyakan sifat-sifat
tersebut ditentukan oleh jenis perbandingan atom yang membentuk bahan, yaitu unsure
dan komposisinya. Sebagai contoh kadar suatu yang sangat rendah
terabaikan dalam suatu ketakmurnian bahan memberikan pengaruh terhadap
sifat-sifatnya.
Metode
pengujian yang sering digunakan ada dua yaitu pengujian yang bersifat merusak
dan pengujian yang bersifat tidak merusak. Pengujian yang bersifat merusak
adalah pengujian tarik, pengujian kekerasan, dan uji pukulan takik. Sedangkan
pengujian yang bersifat tidak merusak adalah pengujian magnetis, pengujian
tembus, pengujian ultrasone, dan pengujian rontgen.
1.2
PENGUJIAN MERUSAK (DESTRUCTIVE TEST)
1. Pengujian
Tarik
Pengujian
tarik bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kekuatan tarik sutu bahan.
Kekuatan tarik dinyatakan dalam N/mm2.
Kekuatan
tarik dapat ditentukan dengan merarik sebauah bahan sampai putus itu.
Keterangan-keterangan yang diperoleh pada penarikan sampai putus itu,
dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran-ukuran dari benda uji. Untuk memperoleh
nilai-nilai yang dapat dibandingkan, adalah perl untuk membuat perjanjian
mengenai ukuran-ukuran dan bentuk dari benda uji itu, yaitu batang uji tarik.
Batang
uji tarik yang biasa dipakai merupakan sebuah batang yang bundar, dengan
ujung-ujung tebal untuk pemasangan pada mesin. Ditengah-tengah batangnya
(bagian yang lebih kecil) terdapat bagian pengukuran yang sebenarnya, Dengan
panjang pengukurannya dinyatakan dengan dua tanda pengenal. Panjang lo dari
daerah ukur ini mempunyai perbandingan tertentu dengan diameter do dari
batang itu.
Yang sering digunakan ialah perbandingan
= 10 atau 5 ;


Gambar 1.1
Spesimen Uji tarik Standar
Batang-batang
yang memenuhi syarat perbandingan-perbandingan tetap disebut batang uji tarik
proporsionai.
Untuk
batang-batang dp = 10, pajang uji paralel
lo =


Dan untuk
batang-batang dp = 5, pajang uji
paralel lo = 

Pada alat tarik, batang-batang uji tarik tersebut
ditarik sampai putus. Pada penarikan sampai putus ini dicatat gaya dan perpanjangan.
Gaya dan perpanjangan ini dapat digambarkan pada diagram gaya perpanjangan. Jika
gaya dibagi dengan luas penampang batang uji tarik diperoleh tegangan yang
disebut tegangan nominal s. Begitu pula panjang awal lo, jika dinyatakan perpanjangan itu dalam
perbandingan dengan panjang ukur sehingga mempunyai ukuran yang obyektif, yang disebut
regangan spesifik e.
Regangan spesifik dinyatakan
dengan rumus :

atau dalam prosentase panjang
ukur:

Dengan e =
regangan spesifik dalam %.
Dl =
perpanjangan absolut dalam mm.
lo =
panjang awal dalam mm.
a. Kurva
tarik
Bentuk
kurva tarik dari suatu baja lunak bila digambarkan adaiah :
![]() |
|||
|
Gambar 1.2
Kurva Tarik
Jika material diberi tegangan, material akan
meregang mulai pada titik awal hingga keadaan tertentu kita melihat sebuah
garis lurus. Dengan bertambahnya tegangan garis lurus ini mulaii melengkung hingga
terjadilah bendera. Bendera yang terbentuk ini disebut keadaan melumer dan kebanyakan
terjadi pada baja lunak. Bendera lumer itu melukiskan sifat dari bahan Dengan
bahan mengalami deformasi parmanen.
b. Garis
Modulus
Bila
beban pada batang uji tarik ditingkatkan dengan perlalahan-lahan dan dengan
mencatat beban serta perpanjangan pada saat tertentu. teriadilah bagaian
pertama daril kurva tarik merupakan garis lurus. Garis lurus dalam
diagram ini disebut garis modulus seperti diperlihatkan pada gambar 1.3 berikut
ini,

Gambar 1.3
Garis modulus
Misalkan
: Pada beban 1 kN perpan.jangannya
adalah 0,1 mm.
Pada
beban 2 kN perpanjangannya adalah 0,2 mm.
Pada
beban 3 kN perpanjangannya adalah 0,3 mm.
Pada
beban 4 kN perpanjangannya adalah 0,4 mm.
Yang
istimewa pada kondisi ini adalah bila mana
beban yang diberikan dihilangkan maka deformasi yang terbentuk akan hilang.
Keadaan ini disebut perpanjangan elastisitas (Modulus
Elastis).
c. Madulus
ElastiSitas
Modulus
elastisitas dihitung dengan membagi tegangan oleh regangan spesifiknya.
Tegangan dan regangan spesifiknya terjadi sepanjang garis modulusnya.

Dengan : E = modulus
elastisitas dalam N/mm2
s =
tegangan elastis dalam N/mm2
e =
regangan yang bersangkutan.
Orang
pertama yang merumuskan gejala ini adalah Hooke dengan melakukan beberapa percobaan pada
kawat-kawat logam, sehingga persamaan ini sering disebut hukum Hook
Ia merumuskan penemuannya
sebagai berikut :

Dengan :
= perpanjangan dalam mm.





Elastisitas
material menunjukkan sifat kekakuan dari material, sifat kekakuan ini dapat
diperlihatkan pada gambar grafik berikut ini:
|
|||
![]() |
|||
Gambar 1.4
Bahan tidak kaku dan kaku
Tabel 1. Modulus
elastis E dari berbagai bahan dalam N/mm2.
Bahan
|
E
|
Baja
Tembaga
Titanium
Besi
tuang
Paduan-paduan
aluminium
Paduan-paduan
magnesium
Polyester
berserat gelas
Kayu
bundar
Tripleks
|
206000
128000
108000
98100
68600
46000
4900-22600
11800
9070
2740
120
|
d. Batas keseimbangan, batas elastisitas
Pada
peningkatan beban sewaktu uji tarik, pada suatu ketika garis lurus itu (garis
modulus) akan beralih menjadi garis lengkung (Gambar 1.5). Titik Dengan ini
terjadi disebut batas keseimbangan atau batas proporsional dan merupakan
tegangan paling tinggi dengan mana modulus elastisitas itu dapat ditentukan
dengan regangan spesifik yang bersangkutan.
Bila beban ditingkatkan
sampai titik A, maka perpanjangannya lebih cepat daripada sewaktu pada garis
modulus. Akan tetapi sewaktu bebannya ditiadakan, batang itu akan mengepir
kembali sampai panjang semula. Titik B Dengan itu terjadi, jadi titik dari mana
terjadi perpanjangan yang tetap pada beban yang bertambah, disebut batas
elastis. Dilihat dari segi perancangan, hal
ini merupakan perubahan bentuk yang tetap.
![]() ![]() |
Gambar 1.5 Madulus elastisitas
e. Batas Lumer Re (dahulu
)

Baja
lunak mempunyai sifat aneh seperti terlihat pada gambar 1. 6 Dengan
perpanjangan plastisnya dicanangkan oleh pengurangan beban yang mendadak,
diikuti dengan perpanjangan yang meningkat dan peningkatan beban yang mendadak
lagi. Gejala ini disebut melumernya baja, yang ditandai dengan perubahan bentuk
yang plastis dan naik turunnya beban. Pernyataan batas lumer mempunyai
kaitan dengan beban yang paling rendah pada waktu pelumeran. Pada suatu uji
tarik titik ini mudah diamati dan menentukan untuk batas lumer terendah Re.

Dengan :
= batas lumer (N/mm2).



![]() ![]() |
Gambar 1.6 Kurva tarik dari baja lunak.
f. Batas
regangan
(dahulu
).


Untuk kebanyakan bahan tidak
dapat ditentukan batas lumernya, oleh karena tidak memperlihatkan gejala lumer
seperti pada grafik di atas. Dengan metode offset besaran Re kita tentukan
dengan menarik garis sejajar garis elastis pada
besaran regangan 0,2 %.
adalah tegangan pada batang uji tarik pada saat
terjadinya perpanjangan tetap sebesar 0,2% dari panjang ukur semula.Sebagai
contoh dioerlihatkan pada gambar berikut (gambar 1. 7)



Gambar 1.7 Kurva tarik dari bahan tanpa batas lumer.
g. Kekuatan
tarik maksimum
(dahulu
)


Kekuatan material ditunjukkan
dengan kekuatan tarik maksimum, kekuatan tarik ini adalah tegangan maksimal
yang terjadi pada sebuah material yang diamati pada waktu dilakukan uji tarik
yang dituliskan dengan persamaan:

Dengan :
= Kekuatan tarik (N/mm2)



h.
Reduksi Penampang Z/ Pelentikan (dahulu
)

Begitu beban maksimum
tercapai kita dapat melihat, bahwa batang itu mengalami pengecilan penampang yang disebut melentik. Pelentikan ini akan berlanjut
sampai batang uji itu patus. Maka pada tempat patah itu bahan tersebut sangat
berubah bentuknya dan menjadi lebih kecil. Hal ini akan terjadi lebih kuat lagi
pada bahan yang liat dari pada pada bahan yang getas.
Reduksi penampang (pelentikan),
Z ini merupakan persentase pengecilan penampang terbesar terhadap penampang
asal dan dituliskan denga persamaan:

Dengan:



Bentuk pelentikan dapat
dimati seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut (gambar 1. 8)

Gambar 1.8
Uji tarik total
i.
Regangan patah e (dahulu
)

Regangan patah ialah suatu
sifat mekanik, yang diukur pada batang uji tarik yang patah. Bila batang yang
patah itu kita sambungkan dengan teliti, maka kita dapat mengukur berapa batang
itu menjadi lebih panjang. Perpanjangan ini, dinyatakan dengan persentase dari
panjang ukur semula, menghasilkan regangan patah.

Dengan;

l
= panjang ukur semula
dalam mm;


Regangan patah dianggap
sebagai ukuran untuk keliatan bahan; yang berarti; bahan yang liat memiliki
regangan patah yang tinggi.
Pada penanganan regangan
patah adalah penting untuk mengetahui berapa tadinya perbandingan 1. Id,, dari
batang yang bersangkutan itu, oleh karena mempunyai pengaruh terhadap nilai
yang diperolehnya.
Sebab sebagian besar dari
perpanjangan plastis terjadi ketika dan pada tempat pelentikan . Daerah ini di
mana pelentikan itu terjadi adalah adalah lebih kecil pada batang uji tarik
yang panjang (dp 10) terhadap panjang ukur lo daripada yang pendek (dp
5)

Gambar 1.9
Batang-batang uji tarik yang telah diuji
j.
Arti secara praktis dari bentuk suatu
kurva hasil uji tarik

Gambar 1.10
Kurva tarik pada bahan secara umum.
Tugas 1.
1.
Jelaskan pengujian DT dan NDT dan
sebutkan jenis-jenis pengujian yang dapat dilakukan kedua pengujian tersebut.
2.
Sebutkan apa tujuan dilakukan
pengujian tarik.
3.
Mengapa perlu dilakukan standar
batang uji tarik
4.
Gambarkan batang uji tarik bundar
untuyk Dp 5 dan Dp 10, sertai dengan ukuran-ukuran yang utama.
5.
Sebutkan dan jelaskan sifat-sifat
utama yang di dapatkan dari uji tarik
6.
Gambarkan grafik tegangan-regangan
dan tentukan titik sebagaiu berikut:
a.
Batas proportional
b.
Batas Elastisitas
c.
Batas Plastis
d.
Batas Tegangan ulur
e.
Batas tegangan Maksimum
f.
Titik Patah
7.
Jelaskan titik pada diagram fasa seperti yasng disebutkan pada soal
nomor 6
di atas.
8.
Mengapa sifat Modulus elastis begitu
penting pada bahan, jelaskan dan tuliskan persamaan modulus elastis berdasarkan
persaan Hook.
9.
Gambarkan grafik tegangan regangan
hasil uji tarik untuk bahan:
a.
Kaku
b.
Lunak
c.
Duktil
d.
Tegar.
10.
Suatu hasil uji tarik dengan data
sebagai berikut:
Diameter
awal (Do) = 10 mm
No
|
Gaya Tarik (KN)
|
Pertambahan Panjang (mm)
|
Keterangan
|
1
|
23
|
0,0012
|
proportional
|
2
|
35
|
0,13
|
Lumer
|
3
|
43
|
3,2
|
Maksimum
|
4
|
32
|
-
|
Patah
|
Setelah
batang uji patah dan disambung kembali ternyata batang mengalami pertambahan
panjang menjadi 123,5 mm, dan mengalami pengecilan penampang 8,25 mm
Ditanyakan:
a.
Gambarkan batang uji standarnya
b.
Hitung Tegangan proportional, lumer,
maksimum, dan patah
c.
Hitung Regangan proportional, lumer,
maksimum, dan patah
d.
Hitung reduksi penampang
e.
Hitung Modulus elastis
f.
Gambarkan grafik gaya tarik dan
pertambahan panjang
g.
Gambarkan grafik tegangan tarik dan
regangan tariknua
h.
Bandingkan grafik antara
tegangan-regangan dan grafik gaya tarik dan petambahan panjang.
2. Pengujian Kekerasan
Kekerasan adalah tahanan
yang dilakukan oleh bahan terhadap desakan kedalam yang tetap, disebabkan oleh
sebuah alat pendesak dengan bentuk tertentu di bawah pengaruh gaya tertentu;
suatu desakan yang kecil (atau tidak dalam) menunjukkan kekerasan yang besar.
Pengujian kekerasan dapat
dilakukan dengan beberapa metode berikut;
- Menurut Brinnel; dinyatakan dengan HB (Hard Brinnel).
- Menurut Vickers; dinyatakan dengan HV(HardVickers).
- Menurut Rockwell
1.
Menggunakan penetrasi bola; dinyatakan dengan HRB (Hard
Rockwell Ball.
2.
Menggunakan penetrasi intan berbentuk kerucut; dinyatakan
dengan HRC (HardRockwell Cone).
a. Pengujian kekerasan menurut Brinnel (HB)
Pada metode Brinnel
menggunakan sebuah bola baja yang dikeraskan sebagai penetrasi ditekankan pada
permukaan benda uji yang licin dengan suatu gaya tertentu yang dilukiskan
seperti pada gambar 1. 11

Gambar 1.11 Prinsip pengukuran kekerasan menurut Brinnel.
Kekerasan dengan metode
Brinnel (HB) dihitung berdasarkan rumus;

atau

Keterangan;
![]() |
= nilai kekerasan menurut
Brinnel (N/mm2)
|
![]() |
= gaya desakan (N/kgf)
|
![]() |
= luas segmen bola dari
desakan (mm2)
|
![]() |
= diameter bola (mm)
|
![]() |
= diameter segmen bola dari
desakan (mm)
|
![]() |
= faktor konversi dari kgf
ke Newton
|
Diameter bola baja dapat berbeda-beda,
tetapi ada beberapa ukuran menurut peraturan yait; 10, 5, 2.5, dan 1 mm. Gaya
pendesakannya harus dipilih sedemikian besarnya, sehingga diameter dari pendesakannya
terletak antara 0,2D dan 0,6D sehingga pengukurannya dapat diandalkan.
Nilai-nilai kekerasannya
hanya dapat disamakan bila terjadi perandingan F/D2 yang sama.
Tabel 1.2 Pedoman dari
pengukuran kekerasan Brinnel.
F/D2 (F dlm kgf)
|
30
|
10
|
5
|
2,5
|
1,25
|
|||
Pencapaian HB
|
60 sampai 450
|
22 sampai 315
|
11 sampai 158
|
6 sampai 78
|
3 sampai 39
|
|||
Lama pembebanan (S)
|
15
|
30
|
30
|
120
|
180
|
|||
Penerapan
|
Logam besi
|
Logam bukan besi
|
||||||
|
Baja, Baja tuang, Besi
tuang
Paduan nikel dan kobalt
|
Paduan-paduan tuang dan
remas dari logam ringan, Tembaga, Kuningan, Perunggu, dan nikel
|
Aluminium murni, magnesium
kuningan tuang
|
Bahan-bahan bantalan
|
Timbel, timah putih
|
|||
Kekerasan HB sering digambarkan dalam catatan
seperti berikut ini;
150 HB 5/250/30
Keterangan:
150
|
= nilai kekerasan (kgf/mm2).
|
HB
|
= Simbol metode kekerasan Brinnel.
|
5
|
= diameter peluru (penetrasi)
|
250
|
= beban dalam kgf.
|
30
|
= lama pembebanan dalam detik.
|
Pada baja bukan paduan seperti terdapat hubungan
antara kekerasan HB dan kekuatan tarik, yaitu menurut persamaan berikut;

Kerugian dari metode Brinnel ialah;
- Untuk mendapatkan hasil yang teliti, sebaiknya
memilih bola baja yang besar, tetapi Hasil pendesakan menimbulkan kerusakan
pada komponen yang diukur.
- Tidak cocok mengukur kekerasan pada bahan yang
keras.
- Tidak dapat mengukur permukaan yang kecil karena
pendesaknya besar.
- Metodenya terlalu rumit.
Keuntungan dari metode ini
adalah;
- Karena ukuran pendesaknya besar, metode ini sangat
cocok untuk mengukur bahan yang tidak homogen.seperti besi tuang dan
perunggu. Dengan ini diperoleh ”nilai rata-rata” yang baik seperti gambar
1.12.


Gambar 1.12 Nilai rata-rata yang baik dan jelek.
b. Pengujian kekerasan menurut Vickers
Pada pengukuran kekerasan menurut Vickers sebuah
intan yang berbentuk limas (piramid) dengan sudut puncak 136O
ditekankan pada bahannya dengan suatu gaya tertentu (lihat gambar 1.14), maka
pada bahannya terdapat bekas penettrasi dari intan ini. bekas penettrasi ini
bertambah besar kalau bahannya bertambah lunak dan kalau bebannya bertambah
besar. Besar beban yang biasa digunakan pada metode vickers adalah 30 kgf (≈294N).
Seperti pada metode Brinnel,
kekerasan Vickers (HV) dihitung dari perbandingan antara gaya dan luas yang
dihitung dari pendesakan yang berbentuk limas.

Keterangan;
![]() |
= nilai kekerasan menurut
Vickers (N/mm2)
|
![]() |
= gaya desakan (N/kgf)
|
![]() |
= luas segmen bola dari
desakan (mm2)
|
![]() |
= faktor konversi dari kgf
ke Newton
|

Gambar 1.13 Prinsip pengukuran kekerasan menurut Vickers.
Luas dari pendesakannya
ditentukan dengan nilai rata-rata dari diagonal d1 dan d2
dihitung dengan;

Dengan; 

sehingga 

seperti pada metode Brinnel, waktu pembebanan
tergantung dari bahan yang harus diukur. Untuk baja, tembaga, dan paduan-paduan
tembaga 10-15 detik dan untuk logam-logam ringan kira-kira 30 detik. Sampai 350
HV, Brinnel dan Vickers memberikan hasil yang sama, selebihnya mereka
menyimpang.
Kekerasan HV sering digambarkan dalam catatan
seperti berikut ini;
250
HV 30/10
Keterangan:
250
|
= nilai kekerasan (kgf/mm2).
|
HV
|
= Simol metode kekerasan Vickers.
|
30
|
= beban dalam kgf.
|
10
|
= lama pembebanan dalam detik.
|
Keuntungan-keuntungan dari
metode vickers adalah;
- Dengan pendesak yang sama, baik kekerasan
bahan yang keras maupun yang lunak dapat ditentukan.
- Pendesakan yang kecil (kira-kira 0,5 mm) pada
benda kerja yang harus diukur, hanya menyebabkan kerusakan kecil.
- Penentuan kekerasan pada benda-benda kerja
tipis adalah mungkin dengan memilih gaya yang kecil.
Kerugian-kerugian dari metode
ini adalah;
- Bahan-bahan yang tidak homogen, seperti besi
tuang dan perunggu tidak dapat dipertanggung jawabkan untuk diukur dengan
metode vickers.
- Dibandingkan dengan pengukuran kekerasan menurut
Rockwell, metode ini cukup memakan waktu lama karena adanya dua penanganan
yang terpisah.
- Permukaannya harus dikerjakan licin,
sehubungan dengan pendesakan yang kecil.
c. Pengujian kekerasan menurut Rockwell
Pada metode Rockwell sebuah
pendesak ditekankan dalam dua tingkat pada benda kerja yang dikerjakan licin
seperti pada gambar 1.14 Kedalaman pendesakan yang tetap merupakan ukuran untuk
kekerasan, yang sekaligus dapat dibaca pada jam ukur.

Gambar 1.14 Prinsip pengukuran kekerasan menurut Rockwell.
Pengukurannya dapat dilakukan
dengan bantuan sebuah kerucut intan dengan sudut pucak 120O
(Rockwell Cone dan dinyatakan dengan HRC.
Pengukuran dapat juga
dilakukan dengan sebuah peluru baja kecil yang dikeraskan dengan diameter 1/16”
(Rockwell Ball) dan dinyatakan dengan HRB.
1.
Metode Rockwell Cone (HRC)
Penukurannya dilakukan
seperti pada gambar 1.16. mula-mula bahan diberi beban awal 10 kgf, maka ujungn
dari kercucut itu masuk sedikit kedalam bahan. Penunjuk jam ukur menunjukkan
kedudukan 100. Sekarang beban utama sebesar 140 kgf dipasang secara
berangsur-angsur sehingga beban seluruhnya ialah 150 kgf. Penunjuk jam ukur
berputar kemabali. Setelah beberapa lama, beban utama sebesar 140 kgf ditarik
kembali; maka kerucut itu mengepir kemabali sedikit karena perubahan bentuk
elastis dari bahan yang diukurnya. Sekarang penunjuk jam kur itu berputar
sedikit naik. Kedudukan penunjuk paa saat itu adalah penting oleh karena
kedudukan ini menyetakan nilai HRC. Pada HRC skala ukur mulai dari 0 sampai 100
HRC.
Satu putaran pada jam ukur
merupakan kedalam 0,2 mm.
Bila dalamnya pendesakan 0,0
maka HRC adalah 100.
Bila dalamnya pendesakan 0,2
maka HRC adalah 0.
Bila dalamnya pendesakan 0,1
maka HRC adalah 50.

Gambar 1.15 Prinsip pengukuran Rockwell C.
Keuntungan dari Rockwell-C
ialah;
- Pengukurannya memerlukan waktu yang singkat oleh
karena pengerjaannya yang sangat terbatas, sehingga pengukuran kekekrasan
dengan metode HRC sangat cocok untuk pengontrolan dalam proses produksi.
Kerugian dari metode ini
adalah;
- Pengukuran dengan metode HRC terbatas pada
bahan-bahan yang keras atau bahan yang sudah dikeraskan.
- HRC hanya cocok untuk bahan-bahan dengan susunan
yang homogen.
2.
Metode Rockwell Ball (HRB)
Metode ini pada dasarnya sama
dengan metode HRC, hanya sekarang ditekan oleh sebuah peluruh baja yang
dikeraskan dengan diameter 1/16”. Dengan beban tertentu kedalam bahannya. Pada
HRB dipakai skala dari 30 (bahan yang paling lunak) samapai 130 (bahan yang
paling keras).
Mula-mula bahan diberi beban
awal 10 kgf, kemudian beban utama sebesar 90 kgf. Penunjuk jam ukur berputar
kembali. Setelah beberapa lama, beban utamnya ditarik kembali; jam ukur
menunjukkan berpa mm pelurunya masuk kedalam bahan.
Pencapaian ukuran 0,20 mm.
Bila dalamnya pendesakan 0,0
maka HRB adalah 130.
Bila dalamnya pendesakan 0,2
maka HRC adalah 0.
Bila dalamnya pendesakan 0,1
maka HRC adalah 80.
Catatan; Nilai HRB tidak
disamakan dengan nilai HRC.

Gambar 1.16 Prinsip pengukuran Rockwell B.
- Keuntungan dan kerugian dari Rockwell-B dalam garis
besarnya adalah sama dengan keuntungan dan kerugian dari pengukuran
Rockwell-C. Dalam keilmuan metode ini hampir tidak pernah dipergunakan
karena tidak begitu teliti.
Tabel 1.3. Persamaan kekuatan
tarik dan kekerasan baja
Kekerasan
|
Kekuatan
Tarik/ s m
|
Kekerasan
|
Kekuatan
Tarik/ s m
|
||||||
Brinnel
|
Vickers
|
Rockwell
|
Brinnel
|
Vickers
|
Rockwell
|
||||
HB
|
HV
|
HRB
|
HRC
|
N/mm2
|
HB
|
HV
|
HRB
|
HRC
|
N/mm2
|
80
|
80
|
36.4
|
|
280
|
359
|
360
|
|
|
|
85
|
85
|
42.4
|
|
300
|
368
|
370
|
|
|
|
90
|
90
|
47.4
|
|
320
|
376
|
380
|
|
|
|
95
|
95
|
52
|
|
330
|
385
|
390
|
|
|
|
100
|
100
|
56.4
|
|
350
|
392
|
400
|
|
|
|
105
|
105
|
60
|
|
370
|
400
|
410
|
|
|
|
110
|
110
|
63.4
|
|
390
|
408
|
420
|
|
|
|
115
|
115
|
66.4
|
|
400
|
415
|
430
|
|
|
|
120
|
120
|
69.4
|
|
420
|
423
|
440
|
|
|
|
125
|
125
|
72.4
|
|
430
|
430
|
450
|
|
|
|
130
|
130
|
74.4
|
|
450
|
|
460
|
|
|
|
135
|
135
|
76.4
|
|
470
|
|
470
|
|
|
|
140
|
140
|
78.4
|
|
480
|
|
480
|
|
|
|
145
|
145
|
80.4
|
|
500
|
|
490
|
|
|
|
150
|
150
|
82.2
|
|
510
|
|
500
|
|
|
|
155
|
155
|
83.8
|
|
530
|
|
510
|
|
|
|
160
|
160
|
85.4
|
|
550
|
|
520
|
|
|
|
165
|
165
|
86.4
|
|
560
|
|
530
|
|
|
|
170
|
170
|
88.2
|
|
580
|
|
540
|
|
|
|
175
|
175
|
89.6
|
|
600
|
|
550
|
|
|
|
180
|
180
|
90.8
|
|
620
|
|
560
|
|
|
|
185
|
185
|
91.8
|
|
630
|
|
570
|
|
|
|
190
|
190
|
93
|
|
650
|
|
580
|
|
|
|
195
|
195
|
94
|
|
670
|
|
590
|
|
|
|
200
|
200
|
95
|
|
680
|
|
600
|
|
54.4
|
|
205
|
205
|
95.8
|
|
700
|
|
610
|
|
54.9
|
|
210
|
210
|
96.6
|
|
720
|
|
620
|
|
55.4
|
|
215
|
215
|
97.6
|
|
730
|
|
630
|
|
55.9
|
|
220
|
220
|
98.2
|
|
750
|
|
640
|
|
56.4
|
|
225
|
225
|
99
|
|
770
|
|
650
|
|
56.9
|
|
230
|
230
|
|
19.2
|
780
|
|
660
|
|
57.4
|
|
235
|
235
|
|
20.2
|
800
|
|
670
|
|
57.9
|
|
240
|
240
|
|
21.2
|
820
|
|
680
|
|
58.4
|
|
245
|
245
|
|
22.1
|
840
|
|
690
|
|
58.9
|
|
250
|
250
|
|
23
|
850
|
|
700
|
|
59.3
|
|
255
|
255
|
|
23.8
|
870
|
|
720
|
|
60.2
|
|
260
|
260
|
|
24.6
|
890
|
|
740
|
|
61.1
|
|
265
|
265
|
|
25.4
|
900
|
|
760
|
|
61.9
|
|
270
|
270
|
|
26.2
|
920
|
|
780
|
|
62.8
|
|
275
|
275
|
|
26.9
|
940
|
|
800
|
|
63.5
|
|
280
|
280
|
|
27.6
|
960
|
|
820
|
|
64.3
|
|
285
|
285
|
|
28.3
|
970
|
|
840
|
|
65
|
|
290
|
290
|
|
29
|
990
|
|
860
|
|
65.7
|
|
295
|
295
|
|
29.6
|
1010
|
|
880
|
|
66.3
|
|
300
|
300
|
|
30.3
|
1030
|
|
900
|
|
66.9
|
|
310
|
310
|
|
31.5
|
1060
|
|
920
|
|
67.5
|
|
320
|
320
|
|
32.7
|
1100
|
|
940
|
|
68
|
|
330
|
330
|
|
33.8
|
1130
|
|
|
|
|
|
340
|
340
|
|
34.9
|
1170
|
|
|
|
|
|
350
|
350
|
|
36
|
1200
|
|
|
|
|
|
Sumber; Vliet (1984).
Tugas 2.
1.
Apa yang dimaksud dengan kekerasan?.
2.
Metode-metode apa yang anda ketahui tentang pengukuran
kekerasan?.
3.
Mengapa benda uji pada pengujian kekerasan harus cukup
tebal?.
4.
Paparkan prinsip pengukuran kekerasan menurut Brinnel?.
5.
Mengapa diameter pendesakan pada pengukuran Brinnel harus
berada pada perbandingan tertentu dengan diameter pelurunya?.
6.
Apa arti catatan: 62 HB 5/62,5/120?. Jenis bahan apakah
ini?.
7.
Apa keuntungan dan kerugian dari metode Brinnel?.
8.
Jelaskan prinsip dari pengukuran kekerasan menurut metode
Vickers?.
9.
Bagaimana kita menentukan kekerasan HV pada metode
Vickers?.
10.
Sebutkan keuntungan dan kerugian dari pengukuran
kekerasan menurut Vickers?.
11.
Jelaskan prinsip pengukuran kekerasan menurut Rockwell?
12.
Apa keuntungan dan kerugian dari metode Rockwell?.
13.
Jika diketahui gaya yang digunakan untuk menekan sebuah
baja sebesar 187 kgf; diameter bola baja yang digunakan 5 mm dan diameter
rata-rata hasil penekanan 0,850 mm. Maka tentukan nilai kekerasan baja
tersebut.
14.
Jika diketahui gaya yang digunakan untuk menekan sebuah
aluminium sebesar 30 kgf dan diameter rata-rata hasil penekanan 0,55 mm. Maka
tentukan nilai kekerasan baja tersebut.
3. Pengujian Impak.
Penggunaan baja untuk
konstruksi besar sering terjadi gejala yang menghawatirkan. Jembatan-jembatan,
kapal, bejana-bejana tekan, dan Derek-derek pecah secara mendadak seolah-olah
terbuat dari kaca. Yang aneh adalah bahwa tegangan-tegangan pada konstruksi itu
tidak tinggi. Selain dari itu bahan-bahan tersebut ternyata bersifat liat dan
keretakan-keretakan pada bejana-bejana itu justru tak diragukan lagi
kelihatannta getas. Setelah beberapa waktu kita menemukan bahwa beberapa factor
mempengaruhi gejala ini, diantaranya;
a.
Suhu kontruksi pada waktu retak (gejala ini terutama terjadi
pada musim dingin.
b.
Kecepatan, dengan mana terjadinya keretakan atau perubahan bentuk.
c.
Adanya takikan-takikan
pada permukaan bahan, dalam bentuk ketidakrataan atau alur-alur.
1). Cara pengujian impak (takik)
Ditinjau dari penempatan
benda uji, pengujian impak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu metode Charpy
dan metode Izod. Pada dasarnya kedua metode ini hampir sama, namun terdapat
sedikit perbedaan yaitu pada metode charpy benda uji diletakkan secara
harisontal dan kedua ujungnya ditahan oleh landasan dan pisau pemukul
dipukulkan tepat di tengah benda uji yang telah diberi takikan. Sedangkan pada
metode izod benda uji diletakkan secara vertikal dan salah satu ujungnya
dijepit kemudian pisau pemukul dipukulkan terhadap ujung lainnya yang bebas.
Alat yang digunakan pada pengujian
impak adalah palu pukulan takik (Charpy) seperti gambar 1.17 dan metode
pemukulan pada gambar 1.18.
Besarnya
usaha yang dilakukan pada pengujian impak dapat dihitung dengan rumus berikut
ini;

Keterangan:
W
|
= kerja pukulan dalam N.m =
Joule
|
Fg
|
= massa palu dalam N.
|
h1
|
= tinggi kedudukan awal pemukul dalam m.
|
h2
|
=
tinggi kedudukan akhir pemukul setelah patah dalam m.
|

Gambar 1.18 Palu pukulan takik (Charpy)

Gambar 1.19 Uji pukulan takik (impak)
Jika usaha yang dilakukan untuk mematahkan batang uji
dibagi dengan luas batang di bawah takikan, maka diperoleh kerja patah
persatuan luas yang disebut nilai pukulan takik.

Keterangan:
K
|
= Nilai pukulan takik dalam Joule/mm2.
|
W
|
= kerja pukulan dalam N.m =
Joule
|
AO
|
= luas takikan dalam mm2.
|
Batang uji yang digunakan
dapat memiliki berbagai ukuran, bentuk dan takikan. Ukuran dan bentuk takikan
yang standar dapat dilihat pada gambar 1.19.

Gambar 1.20 Batang uji pukulan takik yang dinormalisasikan.
2). Sifat Patahan / Keretakan
Sifat patahan atau keretakan
dalam pengujian impak dapat terjadi dalam tiga bentuk. Bentuk-bentuk itu secara
berturut-turut adalah keretakan getas, keretakan liat dan keretakan gabungan.
a)
Keretakan getas atau keretakan bersuara (gambar 1.21)
adalah rata dan mempunyai permukaan yang mengkilap. Kalau potongan potongan ini
disambungkan, ternyata keretakan (patahan ini) tidak dibarengi dengan dformasi
bahan. Tipe ini mempunyai nilai pukulan takik yang rendah.

Gambar 1.21 Jenis patahan
getas.
b)
Patahan liat atau patahan perubahan bentuk (Gambar 1.22)
adalah mempunyai permukaan patah yang tidak rata dan nampak seperti beludru, buram
dan berserat. Type ini mempunyai pukulan takik yang tinggi.

Gambar 1.22 Jenis patahan
liat.
c)
Patahan campuran (Gambar 1.23) adalah patahan yang
sebagian getas dan sebagian liat. Patahan ini terjadi paling banyak. Sering
kali diperkirakan berapa persen patahan getas dari pecahan itu dan berapa
persen yang liat

Gambar 1.23 Jenis patahan campuran.
Pada gambar 1.24 memperlihatkan hubungan antara besar
pengaruh suhu dan nilai pukulan takik pada bahan baja. Selanjutnya kepekaan
baja ini untuk kegetasan dingin sangat dipengaruhi oleh besarnya butiran,
kemurnian dan komponen-komponen paduannya. Uji pukulan takik dipakai juga
bentuk penyelidikan pada perubahan keliatan oleh pengerlan-pengerolan panas.

Gambar 1.24 Pengaruh suhu pada nilai pukulan takik pada baja.
Tugas 3.
- Faktor apa saja yang mempengaruhi bahan yang
liat tiba-tiba mengalami retak atau pecah?.
- Paparkan prinsip kerja dari pengujian impak.
Jelaskan jawaban anda dengan sebuah gambar sketsa.
- Ukuran apa yang menentukan untuk uji pukulan
takik?
- Jenis-jenis patahan apa yang anda ketahui
pada pengujian impak?.
- Berikan penjelasan singkat mengenai tiap
jenis patahan ini.
1.3. PENGUJIAN
TIDAK MERUSAK NDT (NON DESTRUCTIVETEST)
a. Metode
Penyelidikan Permukaan
1.
Penyelidikan Magnetis
Bendanya
dimagnetisasikan dengan bantuan arus listrik sehingga terjadilah
medan magnet didalam benda itu. Pada tempat berlainan permukaan, misalnya suatu
retakan, medan ini terganggu dan terjadilah apa yang disebut medan bocor.
Pada benda yang dimagnetisasikan itu, disemprotkan minyak dengan di dalamya
bagian-bagian oksida besi besi yang halus. Pada tempatnya medan bocor,
bagian-bagian oksida besi tiu diikat dan terbentuklah suatu garis hitam sebesar
kesalahannya seperti pada gambar 1.25

Gambar 1.25 Penyelidikan
magnetis.
2. Penyelidikan
Tembus
Pada
permukaan komponen disapukan zat cair atau warna yang dapat menimbulkan cahaya
sendiri, yang menembus kedalam keretakan atau lubang (penetrasi). Kemudian
permukaan itu dibersihkan lagi, tetapi zat cair itu tetap berada ditempat yang retak-retak
itu. Kemudian disemprotkan selapis kapur pada permukaan itu. Kapur ini mengisap
zat cair dari retakan-retakan dan lubang-lubang, dan ini dapat dilihat sebagai
garis-garis atau titik-titik merah. Bila kita memakai zat cair yang
mengeluarkan cahaya sendiri dan bendanya didekatkan dengan cahaya
ultraviolet, keretakan-keretakan yang paling kecilpun dapat dilihat.
Metode ini cukup sederhana dan murah serta dapat diterapkan pada semua jenis
logam. Metode ini dapat dilihat pada gambar 1.26.

Gambar 1.26 Penyelidikan
penetran (tembus) dalam urutan penanganan.
b. Metode
Penyelidikan Dalam
1.
Penyelidikan Ultrason
Metodenya adalah suara berfrekuensi tinggi dipancarkan
kebenda dengan bantuan sebuah pemancar peraba. Suara ini tidak dapat didengar dengan
telinga biasa. Gelombang-gelombang suara ini menyebar dengan cepat dan lurus
kedalam bahan. Gelombang-gelombang ini dipantulkan oleh permukaan-permukaan
batas, misalnya dari keretakan-keretakan di dalam, lubang-lubang, atau oleh
dinding bahan yang terletak diseberangnya. Gelombang-gelombang suara yang
dipantulkan itu ditampung lagi oleh peraba. Dengan mengukur waktu antara
penyiaran sinyal dan penampungan gema-gemanya, kita dapat melokalisir
permukaan-permukaan batas (dan kemungkinan kesalahan) yakni selalu kita
mendapatkan gema dan dinding yang berseberangan. Pada sebuah layar gambar
sinyal-sinyal yang dipantulkan itu dapat digambarkan dan diukur Dengan terdapat
kemungkinan kesalahan.

Gambar 1.27 Penyelidikan
ultrason.
2.
Penyelidikan Rontgen
Seperti manusia, logam-logam juga dapat diperiksa dengan
sinar rontgen. Dengan cara memancarkan sinar rontgen menembus sebuah benda dan
dibelakang benda tersebut dipasang sebuah film (lihat gambar E.2). Semua
bahanmenyerap sinar-sinar rontgen, tetapi bila disuatu tempat terdapat sebuah
lubang, keretakan dan lain-lain-lain didalam bahan itu, sinar-sinar tersebut
tidak atau kurang terserap ditempat itu. Pada bagian belakang, pada tempat yang
salah, intensitas pemancarannya adalah lebih besar dan nampak lebih hitam pada
filmnya. Penyelidikan ini terbatas pada ketbalan baja 80 mm, tembaga 50 mm, dan
logam ringan 400 mm. Pada ketebalan yang lebih besar, kita dapat mempergunakan
penyelidikan isotop.

Gambar 1.28 Penyelidikan
rontgen
3.
Penyelidikan Isotop
Metode ini pada garis besarnya sama
dengan metode rontgen, dengan perbedaan bahwa pada penyelidikan isotop kita
mempergunakan sinar gamma yang diperoleh dari isotop-isotop radioaktif, seperti
kobalt 60 atau iridium 192. dalam penembusannya jauh lebih besar, umpamanya
untuk baja 200 mm. selain dari tiu peralatannya lebih sederhana.
c. Emisi
Akustik
Pada
beberapa proses di dalam logam, seperti perubahan-perubahan susunan, pembentukan keretakan, pertumbuhan
keretakan dan perubahan bentuk plastis, sebagian energi yang terbebaskan
dijadikan energi suara. Suara ini tidak dapat didengar oleh teliga
orang, tetapi dengan peralatan yang sangat peka dan dengan penguatan elektronik
yang baik, dibuatnya supaya terdenar. Penyelidik-penyelidik yang berpengalaman
dapat mendeteksi jenis suara karakteristik tertentu. Umpanya kita dapat
mendengarkan apakah terdapat keretakan-keretakan yang tersembunyi, atau berapa
besar tegangan-tegangan sebuah konstruksi. Kadang-kadang dapat juga ditentukan
seberapa jauh adanya gejala-gejala kelelahan. Dengan menempatkan berbagai
peraba dan pengukur perbedaan waktu penerimaannya, bahkan dapat dilokalisir
sumber suarnya.

Gambar 1.29 Penyelidikan
emisi akustik.
Tugas 4.
- Apakah ciri dari penyelidikan bukan destruktif?.
- Kelompok-kelompok utama apakah yang terdapat dalam
penyelidikan ini?.
- Sebutkan beberapa metode yang ditangani dalam
kelompok-kelompok utama ini.
- Berikan ulasan prinsip kerja dari setiap metode ini
dan sebutkan daerah penerapannya.
Terimakasih atas informasinya.
BalasHapusjangan lupa kunjungi https://ppns.ac.id
Tolong isi kuisionernya, semakin banyak yang ngisi semakin banyak juga balasannya. Terimakasih sudah membantu 🙏🏽
https://bit.ly/38P1KV